Mana pernah saya berani berimajinasi tentang hari itu.
Hari dimana dering telepon saya di pagi hari bertuliskan nama anda, tuan.
Bahkan bukan sekali dua kali tuan mencoba menghubungi saya,
mulai dari dini hari hingga pukul setengah tujuh pagi.
Agaknya, satu dari sekian ribu pinta saya pada tuhan mulai dikabulkan.
Bolehkan saya beranggapan demikian,
wahai tuhan dan tuan?
Mungkin peruntungan saya tahun ini akan habis di akhir bulan Juli.
Entah ada apa gerangan,
Tuan yang selama ini hanya berani saya sebut di diangan-angan
Mengajak saya melakukan sebuah perjalanan
Wahai Tuhan,
Dibawah purnamanya bulan juli aku bersaksi
Tiada malam yang lebih membahagiakan saat itu
Selain menatap garis marka di sepanjang jalan pesisir selatan
Bebayangan pohon pun menjadi saksi bisu percakapan kita hingga tengah malam tiba
Memperbincangkan masa lalu hingga masa depan.
Kita yang sudah bersama dari masa ke masa
Akhirnya seatap di atas kereta baja
Berdua.
Semoga ya tuan,
Di masa depan aku temukan pula sosokmu diatap yang kita bangun bersama
Karena semewah-mewahnya rumah
Tanpa tuan,
ia hanyalah dinding beratap yang sunyi dan menyesakkan
Wahai bulan juli,
Hari ini aku ingin berjalan bersamanya lagi.