Hari kesembilan bulan sebelas
Mata sipit saya memandang langit jawa yang begitu luas
Berbangga diri sebab berhasil kembali melalang buana dengan bebas
Tegap menggendong ransel coklat
Sigap mendorong koper hijau tua pekat
Mata saya terhenti pada label nama yang terikat kuat
Pada resleting koper yang saya genggam dengan erat
Wahai sang surya,
Terik Jatiasih kalah
Kalah menarik dari pancaran kenangan yang mewah
Kenangan yang menyimpan kasih sayang seorang ayah
Yang melepas putri manjanya merantau ke pulau Jawa
Label tadi menjadi saksi romantisnya ayah pada saya
Wahai sang surya,
Bolehkah kau sampaikan besok pada ayah bahwa putrinya baik-baik saja
Hanya cukup banyak rindu seorang dinda pada aroma peluh sang suryanya
Sebab itu hanya bisa dihirup saat dinda berbonceng mesra dengan ayah di Kepahiang
Disini peracik wewangian legendaris pun gagal
Meramu aroma harum peluh tuan Surya Utama
Wahai sang surya,
Bersinarlah dengan hangat esok pagi
Temani ayah menyeruput kopi
Sebab saya jauh tak bisa menemani
Hanya kecup jauh yang bisa saya beri
Juga ini,
Bait-bait cinta untuk ayah yang baik hati