Jika ada anak kecil yang setia duduk di kedai jus ayahnya, demi menanti kepulangan sang ibu dari penataran
itu aku bu..
Dulu mulutku berucap aku menanti oleh-oleh, tapi sekarang aku sadar yang ku nanti kemarin itu adalah peluk ciummu yang mesra bu..
Jika ada anak paud yang diberi kunci sekolah untuk membuka pintu sekolahnya, itu aku.
Dulu aku berpikir tega sekali ya ibu memberiku tugas seberat itu, umur dinda masih lima tahun loh bu? Emang boleh disuruh buka pintu paud sendiri?
Tapi sekarang aku paham, ibu ingin putri kecilnya menjadi anak yang berani dan mulai kenal dengan yang namanya tanggung jawab.
Jika ada anak kecil sangat senang memegang mikrofon diatas panggung, aku adalah salah satunya bu. Masih segar diingatanku ibu melatih putri lima tahunnya menjadi mc perpisahan sekolah. Saat memegang mikrofon rasanya aku siap memberi tanda tanganku pada setiap penonton didepan.
Hahahaha
Yah..
Walau aku juga lebih sering kesal sih, kenapa ibu selalu memaksa aku untuk tidur siang? Mendekap tubuhku erat bahkan sampai mengunci pintu kamar. Huh, menyebalkan!
Tapi, sekarang aku baru merasa rugi melewatkan tidur siang berhadiah pelukanmu yang menenangkan itu, bu. Anakmu yang berusia dua puluh satu tahun ini apakah masih boleh minta dipeluk seperti itu lagi, bu?
Dulu aku sebal sekali, kenapa sih ibu ketat sekali dengan peraturan sholat lima waktu. Kalau sekali terlewat dipotong uang saku. “Itu bukannya tindak kriminal ya?” pikirku dulu.
Bahkan ibu kejam sekali memegang kakiku di gigilnya subuh dengan tangan yang sudah terbasuh air wudhu. “itu bukannya penyiksaan ya?” lagi-lagi aku menyimpulkan demikian.
Parahnya saat SD aku kebagian jadwal masuk siang, ibu pernah bilang gapapa telat masuk kelas yang penting sebelum berangkat sholat dzuhur dulu! “lah itu bukannya melanggar peraturan sekolah ya?”
Itulah pikiran-pikiran buruk dinda kecil yang menganggap ibunya terlalu banyak aturan. Yang lebih peduli dengan peraturan sekolah daripada aturan agama. Sampai pernah terpikirkan, “coba aja aku jadi anaknya tante itu pasti aku gak bakal dipaksa dengan beribu aturan ini!”
Memalukannya lagi dulu aku sempat kabur membawa tas ransel beroda ala-ala koper kerumah tetangga sebelah karena tidak mau lagi jadi anak ibu.
Yaa Allah, terimakasih telah memberikan aku ibu dengan kesabaran seluas samudra menghadapi putrinya yang sangat amat keras kepala ini. Kalau bukan terlahir dari rahim ibu Septi Hariani rasa-rasanya aku tidak akan tumbuh sebaik hari ini. Maka, izinkan aku menjadi anak yang bukan hanya membuat beliau bangga dengan pencapaian-pencapaian dunia. Tapi mampukan aku menjadi putrinya yang senantiasa berbakti dan bisa menjadi investasi akhirat untuk ibu, Yaa Allah.
Aamiin