Ibu sedang menanak nasib sendirian, sementara
halaman rumah, masih marah kepada sapu
yang gagangnya kedinginan.
Ayah, pulanglah! dan libur dari kenangan!
Namaku, ada di tubuh puisi:
Ungkapan yang menggigil, mencari
ruas-ruas buku, yang menyediakan kalimat hangat.
Foto kalian, tertempel di dinding halaman:
Aneka lembaran yang sudah terbuka.
Wawasan rindu tercetak di sana. Namun,
Ayah, kenapa kau tersobek dari halaman?
Ibu jadi induk kalimat yang menjanda, sementara
diriku, jadi anak kalimat, yang yatim makna.
Tasikmalaya, Selasa 20 Oktober