Matahari terbit perlahan, menyinari megahnya Candi Borobudur. Dulu, candi ini adalah pusat peradaban, tempat para biksu bermeditasi dan para peziarah mencari pencerahan. Relief-reliefnya menceritakan kisah-kisah Buddha, arsitekturnya mencerminkan kebijaksanaan para leluhur.
Namun, kini, Borobudur hanya menjadi objek wisata. Para wisatawan datang berbondong-bondong, bukan untuk mencari makna spiritual, tetapi untuk berfoto dan membuat video. Mereka mengagumi kemegahannya, tetapi tidak memahami maknanya.
"Lihat, candinya besar sekali!" seru seorang wisatawan, sambil mengarahkan kameranya ke arah stupa utama.
"Iya, bagus untuk latar belakang foto Instagram," jawab temannya, sambil berpose di depan relief.
Mereka tidak peduli dengan kisah-kisah yang terukir di dinding candi, tidak tertarik dengan filosofi yang terkandung dalam arsitekturnya. Mereka hanya ingin mengabadikan momen, tanpa memahami esensi dari tempat yang mereka kunjungi.
Para biksu yang dulu bermeditasi di sini, mungkin akan menangis melihat kondisi ini. Candi Borobudur, yang dulu merupakan tempat suci, kini hanya menjadi objek komersial.
"Dulu, candi ini adalah tempat yang sakral," kata seorang pemandu wisata, kepada sekelompok wisatawan. "Para biksu datang ke sini untuk mencari pencerahan, para raja datang untuk memohon berkat."
"Sekarang, candi ini hanya menjadi tempat wisata," sahut seorang wisatawan, sambil memotret dirinya sendiri.
Pemandu wisata itu menghela napas. Ia tahu, tidak mudah untuk mengubah pola pikir wisatawan. Mereka datang ke sini untuk bersenang-senang, bukan untuk belajar.
Namun, ia tidak menyerah. Ia terus menceritakan kisah-kisah tentang Borobudur, berharap ada satu atau dua wisatawan yang tertarik untuk mendengarkan.
"Candi Borobudur bukan hanya sekadar bangunan," katanya. "Candi ini adalah warisan budaya yang tak ternilai, yang harus kita jaga dan lestarikan."
"Kita harus menghargai sejarah dan budaya kita," lanjutnya. "Jangan hanya datang untuk berfoto, tetapi juga untuk belajar."
Beberapa wisatawan mulai tertarik dengan cerita pemandu wisata. Mereka mulai bertanya tentang relief-relief di dinding candi, tentang filosofi yang terkandung dalam arsitekturnya.
Pemandu wisata itu tersenyum. Ia tahu, masih ada harapan untuk Borobudur. Masih ada orang-orang yang peduli dengan sejarah dan budaya.
Mungkin, suatu hari nanti, Borobudur akan kembali menjadi tempat yang sakral, tempat orang-orang datang untuk mencari pencerahan. Namun, untuk saat ini, Borobudur hanya bisa berharap, semoga para wisatawan tidak hanya datang untuk berfoto, tetapi juga untuk belajar.