Di lereng Bukit Menoreh, Borobudur berdiri megah, saksi bisu perjalanan waktu. Dahulu kala, di abad ke-8, candi ini adalah pusat spiritual yang ramai. Para biksu berjubah jingga khusyuk melantunkan mantra, para peziarah dari jauh datang membawa persembahan, dan para seniman mengukir relief-relief indah yang mengisahkan ajaran Buddha.
Borobudur adalah jantung peradaban, tempat di mana spiritualitas dan seni berpadu harmonis. Masyarakat di sekitarnya hidup dalam kesederhanaan, mengandalkan pertanian dan kerajinan tangan. Mereka menghormati candi sebagai tempat suci, menjaga kebersihan dan ketenangannya.
Namun, roda waktu terus berputar. Kerajaan Mataram Kuno berpindah, Borobudur ditinggalkan, dan hutan rimba menyelimutinya. Gempa bumi dan letusan gunung berapi menambah luka, menyembunyikan keagungan candi dari mata dunia.
Berabad-abad kemudian, Borobudur ditemukan kembali oleh Sir Thomas Stamford Raffles. Pemugaran besar-besaran dilakukan, mengembalikan kemegahan candi yang hilang. Borobudur kembali menjadi pusat perhatian, bukan lagi sebagai tempat suci, tetapi sebagai objek wisata.
Di zaman sekarang, Borobudur menjadi ikon pariwisata Indonesia. Jutaan wisatawan dari seluruh dunia datang setiap tahun, mengagumi keindahan arsitektur dan kekayaan sejarahnya. Hotel-hotel mewah, restoran-restoran mahal, dan toko-toko suvenir menjamur di sekitar candi, mengubah wajah desa-desa tradisional menjadi kawasan komersial.
Sisi Positif:
Sisi Negatif:
Di suatu senja, seorang biksu tua duduk di bawah stupa, memandangi kerumunan wisatawan yang sibuk berfoto. Ia menghela napas panjang, mengenang masa lalu ketika Borobudur masih sunyi dan sakral.
"Borobudur telah berubah," gumamnya.
"Dulu, candi ini adalah tempat kami mencari kedamaian. Sekarang, candi ini telah menjadi tempat orang mencari kesenangan."
Biksu itu berharap, suatu hari nanti, Borobudur akan kembali menjadi tempat yang sakral, yang membawa berkah bagi semua orang, bukan hanya bagi para wisatawan dan investor. Ia berharap, masyarakat sekitar Borobudur akan kembali menemukan keseimbangan antara tradisi dan modernitas, antara spiritualitas dan materialisme.