Di sudut jiwa, badai bergemuruh,
Merobek sukma, luluh lantah seluruh.
Ingin ku teriakkan segala nestapa,
Namun yang terlepas hanya gelak tawa.
Mata ini perih, bagai kemarau panjang,
Menanti hujan, namun awan menghilang.
Air mata tersekat, membeku di relung,
Hanya senyum yang hadir, bagai topeng kurung.
Setiap tawa palsu, bagai sembilu menghujam,
Menyayat kalbu, dalam diam yang kelam.
Setiap senyum getir, menyimpan perih tak terperi,
Jiwa meronta, namun bibir membisu diri.
Ingin ku biarkan air mata membasahi pipi,
Melepas beban yang menyesakkan di hati.
Namun mengapa, hanya riang yang terpancar?
Topeng bahagia, di tengah luka yang membakar.
Mungkin ini cara, jiwa melindungi diri,
Dari pedihnya kenyataan yang tak berperi.
Namun kapan topeng ini kan terbuka?
Kapan air mata bebas mengalir, tanpa dusta?