Debu kenangan perlahan kutepis,
Bayangmu samar, tak lagi mengiris.
Luka yang dulu menganga, mulai merapat,
Senyumku kembali merekah, meski tak secepat.
Kupikir jejakmu telah pudar sempurna,
Terhapus oleh waktu, oleh cerita yang berbeda.
Kukira namamu hanya bisikan angin lalu,
Tak lagi mampu meruntuhkan pertahananku.
Namun tiba-tiba, kabut itu datang lagi,
Menyelimuti pagi yang mulai kurajut rapi.
Sosokmu hadir, tanpa permisi, tanpa alasan,
Membawa kembali tanya, juga keraguan.
Senyummu yang dulu kurindu, kini terasa asing,
Sorot matamu yang dulu teduh, kini menyimpan dingin.
Kau datang bagai mimpi di siang bolong,
Mengusik ketenangan yang susah payah kurajut gelombang.
Apa yang kau cari di sini, di hati yang t'lah jauh?
Mengapa kembali mengetuk, pintu yang hampir tertutup utuh?
Kata-katamu samar, maksudmu tak terbaca,
Menyisakan tanya besar, di benak yang mencoba lupa.
Kekuatan yang kurasa tumbuh, kini kembali goyah,
Oleh sentuhan masa lalu yang datang tanpa arah.
Aku yang sudah belajar berjalan tanpa menoleh,
Kini terhenti langkah, oleh kedatanganmu yang entah.
Biarlah waktu yang menjawab, maksud di balik kembalimu,
Namun kini, hatiku bertanya, "Mengapa lagi, setelah berlalu?"
Semoga kabut ini segera berlalu, tak meninggalkan jejak,
Agar lupa yang kurangkai, tak kembali retak.