Bukan sekadar aroma bunga di taman,
Bukan pula harum kopi di pagi yang kelam.
Wangi ini hadir tanpa rupa dan warna,
Namun menusuk sukma, membangkitkan gairah.
Ia menyeruak dari sudut-sudut ingatan,
Dari bisikan angin yang membawa kenangan.
Tercium samar dalam rinai hujan yang jatuh,
Dalam senja yang jingga, saat hati meratuh.
Wangi rindu, tak lekang dimakan waktu,
Menguar kuat dari album foto yang usang itu.
Dari lagu lama yang tak sengaja terdengar,
Menyentuh kembali rasa yang dulu membakar.
Ia adalah jejak langkah di pasir pantai sepi,
Senyum teduh yang dulu menemani.
Pelukan hangat yang kini hanya khayal,
Suara lembut yang hanya bisa kudengar di dalam angan.
Wangi rindu, kadang manis bagai madu,
Mengingatkan bahagia yang pernah menyatu.
Namun tak jarang, ia pahit bagai empedu,
Menyayat hati yang merindukanmu.
Kucari wujudnya dalam setiap keramaian,
Berharap menemukan jejak keberadaan.
Namun yang kutemui hanya ruang yang hampa,
Wangi rindu semakin kuat mencengkeram jiwa.
Ia adalah kabut tipis di pagi yang dingin,
Menyelimuti hati yang tak lagi berdinding.
Sebuah kerinduan yang tak mampu kuucapkan,
Hanya bisa kurasakan dalam diam yang mendalam.
Wangi rindu, akan terus menguar di sini,
Menjadi bagian abadi dari setiap hari.
Sampai tiba saatnya, rindu ini terobati,
Atau selamanya menjadi wangi yang menemani sepi.