Sayang, kata ini berat untuk kuucapkan,
Namun hati nurani tak bisa kupungkiri dan abaikan.
Di antara kita terbentang perbedaan yang dalam,
Sebuah jurang keyakinan, sulit untuk kita padamkan.
Aku pamit ya, bukan karena cinta ini pudar,
Justru karena ia tumbuh subur, aku tak ingin kau tersadar,
Bahwa langkah kita berbeda, arahnya tak searah dan sejajar,
Dan aku tak ingin kau melawan Tuhanmu, demi cinta yang fana dan sebentar.
Aku memilih mundur, dengan hati yang terluka,
Namun ku tahu ini jalan terbaik, meski jiwa meronta.
Aku tak ingin keluar dari ajaran yang kurasa berharga,
Benteng agama kita terlalu tinggi, sayang, untuk kita mengharga.
Bukan karena tak ada cinta, bukan karena tak sayang,
Justru karena keduanya ada, perpisahan ini menyakitkan dan terbayang.
Namun aku tak ingin kau goyah, dalam iman yang kau pegang,
Dan aku pun tak bisa mengkhianati, apa yang kurasa benar dan agung.
Mungkin di jalan yang berbeda, kita bisa saling mendoakan,
Meski tak lagi bersama, dalam satu ikatan.
Kenangan indah bersamamu, akan tetap kuingat dan kusimpan,
Sebagai bagian dari perjalanan, sebelum takdir memisahkan.
Benteng kita terlalu tinggi, sayang, untuk kita halau,
Biarlah waktu menyembuhkan luka, meski perihnya berbalau.
Aku memilih pergi, dengan air mata yang tak tertahan walau,
Semoga suatu saat nanti, kau mengerti mengapa aku memilih menjauh.
Selamat tinggal, kekasih, bukan karena tak lagi peduli,
Namun karena cinta yang tulus, tak ingin menyakiti.
Biarlah Tuhan menjadi penuntun hati,
Di jalan yang berbeda, semoga kita temukan kedamaian abadi.