Dengan tangan yang berat kutulis surat ini untukmu, Kasih.
Aku tahu aku adalah lelaki kuat,
tetapi hatiku lemah untuk cinta yang tidak memiliki tetapan massa.
Lagi lagi air matamu, air mataku, kembali menetes di waktu yang sama di tempat yang berbeda.
Ketahuilah bahwa air matamu adalah air mataku, pula.
Tetapi matamu, bukanlah mataku lagi,
Mungkin saja sekarang matamu lebih sendu dari sebelumnya, atau mungkinkah matamu masih melihat banyak kenangan asam manis.
Apakah kau masih melihat film yang sering kau bahas di tiap penghujung malam dulu, sewaktu kita mengantuk lalu berandai untuk masuk ke dalam film tersebut kabur dari dunia yang penuh skenario busuk ini, lihatlah skenario buruk yang kita dapatkan akhirnya, apakah sekarang kau masih ingin kesana?
Apakah kau sudah mencoret semua mimpi yang pernah kita buat bersama, ataukah kau sudah bangun dan menemukan mimpi yang baru
Jika kau bertanya, aku disini masih terlelap, mengalami mimpi buruk yang tak memiliki ujung untuk kugapai.
Sepertinya hukum cahaya berbohong, tak ada bianglala di sela tangisanku.
Mungkin sekarang aku terlihat seperti seorang pecundang di hadapanmu, tak apa, kau selalu melihat yang tak pernah kulihat.
Oglio oio-mu sepertinya semakin sempurna, aku menyesal tak sempat mencicipinya, jika kau ingin menjualnya berikan semua padaku, sebagai gantinya terimalah hatiku, tapi aku tidak memaksa.
Maaf aku lupa menyapa kucing kucingmu, maaf pula karena menaruhnya pada halaman akhir padahal aku tahu mungkin kau akan marah karena kau mencintai kucingmu lebih daripada dirimu sendiri.
Aku tidak akan protes, tenang saja.
Aku mencintai kalian semua.
Aku tidak memintamu untuk membalas celoteh kosongku ini, tentu semua kosong, semua isi di dalamnya sudah kau ambil, tidak perlu kau sisakan untukku, ambil saja semuanya.
Kau tidak perlu kembali mencintaiku, hanya saja perbolehkanlah aku kembali mencintamu.
Salam hangat dan dingin.
Jiwangga