“Ingin sekali rasanya, sebuah puisi ditujukan untukku”

-Teruntuk, semua yang mencintai dan dicintai, yang membaca hati dan hati yang dibaca.-

Teruntuk Manis yang masih awet di hatiku sampai kini,

Kau yang memalingkan mata saat pertama kita bertemu,

Kau yang terisak saat terakhir kali kujamu.

Disini, awan gelap masih mengintimidasi kisah kita berdua, turut menikmati kisah romansa

Dan siap menitikkan air mata, kapan saja, dimana saja.

Hati memang tidak bisa diprediksi dengan rumus algebra, kata mereka kau dan aku tidak akan pernah menjadi konstanta yang sama.

Ku tadahi hujan hari ini, Manis.

Dengan toples yang pernah kita gunakan untuk mengisi kenangan, yang berceceran, di jalan saat kita akan pulang.

Ku penuhi itu dengan rintik air hujan, dan sedikit air mata, disaat aku menerka nerka, apakah kau juga sedang menyediakan pikiran untukku disana.

Akan ku simpan hujan hari ini, dan ku pajang ia di atas perapian, yang selalu membeku.

Takkan ada pelangi di hujanku, Manis. Tapi kuharap tidak dengan hujanmu, kuharap selalu ada bianglala di akhir tetes yang kau tunggu.

Karena aku tahu, kita selalu menikmati hujan yang sama, dengan cara yang berbeda.

Kau, Manis. Akan selalu menjadi kamar terhangat, disaat aku menjadi hujan terlebat.

28 September 2022 (H-1)