menziarahi ingatan
Kutipan Cerpen menziarahi ingatan
Karya menitipkancerita
Baca selengkapnya di Penakota.id

Ibuku yang dulu begitu mekar bak mawar merah segar, Ibuku yang dahulu tidak pernah malu tersenyum meski memakai gigi palsu, Ibuku yang dahulu pandai memainkan pisau dan bumbu-bumbu, Ibuku yang beberapa bulan lalu sempat menertawakan payahnya gerakan senamku. Lalu, seketika itu Ibu kehilangan senyum paling manisnya. Ibuku tidak pernah tersenyum lagi. Ibuku tidak bisa menertawakan kekonyolanku lagi. Bahkan, Ibu tidak mampu barang sehari saja menyiapkan kotak makan siangku yang berisi nasi, teri, atau sambal terasi.


Bu, aku sedang menelusuri kenangan-kenangan yang pernah kita lalui lewat dinding-dinding museum yang aku bangun bersama ingatan masa lalu.


Lihat, Bu! Disana ada aku yang dahulu sempat merengek minta sosis bakar saat datang ke pesta pernikahan anak temanmu.


Ah, Ibu. Di sebelah kananmu, aku sedang kau omeli sebab lupa memberi minum tanamanmu yang kehausan.


Lalu Bu, di sebelah sana ada aku yang waktu itu sempat marah-marah karena perbedaan isi kepala kita. "Ibu, sih, ngeyel!" kataku di dalam sana.


Ah, disana Bu. Di bingkai ingatan itu, aku yang paling terlihat senang saat Ibu mentraktir bakso setelah beberapa jam yang lalu aku membawakan barang-barang belanjaan.


Bu, lihat tidak? Yang itu, Bu! Kita pernah sama-sama ditelan hujan saat pergi mengambil seragam sekolahku yang selesai dijahitkan. Lalu, ada aku yang setelah itu marah tidak karuan karena, "Ibu, sih, ngeyel! Udah dibilang besok aja ngambilnya. Lagian belum mau dipake juga," di depanmu saat setengah jaketmu kuyup.


Coba lihat dinding sebelah sana, Bu! Lihat, Bu! Kau yang paling gembira saat memasak takjil buka puasa. Meski dalam lapar dan dahaga, tenagamu seperti telaga dengan mata air paling deras di dunia.


Bu, di pojok dinding itu. Aku belum pernah melihatnya, Bu. Kau menengadahkan tanganmu sembari menyeka tetesan air mata yang tak sengaja jatuh. Apa ini yang Ibu lakukan ketika sedang sendirian?


Bu, sungguh. 

Maafkan aku di bagian ini, Bu. Bahwa aku terlampau sering meninggalkanmu dalam lelap. Aku belum mampu memanjakan lidahmu dengan racikan bumbu-bumbu yang aku buat. 


Maaf, Bu.

Aku belum sempat membuatkanmu bolu, donat, atau pisang cokelat.


Bu, bolehkah tulisanku ini sampai pada hatimu? Hati yang sejatinya masih aku rasa hidup hingga saat ini.


Ibu bolehkah aku melihat senyumanmu yang manis itu, sekali lagi?


Bu, bolehkah aku menyimpan ragamu disini, di dalam ingatan ini? 


Bolehkah kita hidup di bawah tabir yang sama lagi, Bu?


(Tulisanku setelah empat hari kepergian ibu.


Lampung, 25 Juli 2021)

13 Dec 2022 06:27
39
3 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: