Kebanggaan Juga Fana
Cerpen
Kutipan Cerpen Kebanggaan Juga Fana
Karya msalshaalf
Baca selengkapnya di Penakota.id
Kepalanya tertunduk menatap jalanan kampung yang berbatu. Seperti nasibnya. Wajahnya kusut terlipat mengingat nasib. Sol sepatunya juga menganga seperti buaya kelaparan, satu dua langkah sepatu yang kelaparan itu memakan kerikil membuat tak nyaman kaki. Beberapa jam yang lalu ia melamar ke sebuah perusahaan ternama di kotanya. Bermodalkan gelar PhD ia mencoba peruntungan pada jabatan office boy. Lames telah gagal mendapatkan kursi jabatan itu. Sia-sia usahanya belajar ke negeri seberang  menjadi kebanggaan kampungnya. Ia terlalu melesat meninggalkan orang-orang kampung yang hanya tamatan sekolah dasar. Saat tes wawancara ia ditolak mentah-mentah oleh sang HRD. "Kualifikasimu tidak cocok untuk menjadi OB. Maaf kami tidak bisa memperkerjakan, karena yang kami butuhkan seorang tamatan rendahan. Bukan yang terlampau pintar seperti kamu." Begitu katanya.

Sudah kali ke-9 ia melamar ke berbagai perusahaan tapi nyatanya nihil. Dengan alasan serupa juga. Beberapa jabatan telah ia coba mulai dari waiter, satpam mall, hingga penjaga stand batagor di alun-alun kota. Ia tidak tahu harus mencoba kemana lagi. Ia lakukan hanya untuk memperbaiki nama keluarganya. Di kampungnya sangat hina jika seseorang memiliki jabatan tinggi seperti, direktur ataupun CEO. Semua warga diharuskan menjaga kearifan lokalnya. Menjadi babu di rumah mewah atau menjadi pengamen di lampu merah justru sangat disegani. Para orang tua akan bergosip di pos ronda tentang keberhasilan anaknya yang telah sukses menjaga standar kemiskinan keluarganya. Lain yang dialami Lames. Selepas Lames hilang dari kampung, dan pulang-pulang membawa gelar asing. Justru keluarganya dikucilkan dari kehidupan kampung. Dan para warga mulai menggunjing atas kehinaan yang dilakukan Lames. Orang tuanya dianggap tidak mendidik dengan betul. "Pak Mijah dan bu Surti ga becus ,ya, ngedidik si Lames. Masa sekarang dia disekolahin diluar negeri. Keluarga yang tidak beretika ya ibu-ibu" begitu kira-kira gosipan ibu-ibu ditongkrongan mereka, di tukang sayur keliling.

Berjalan penuh sesal menggerayang pikirannya. Ia sudah meratapi nasibnya yang tidak mujur walau gelarnya melewati awan. Sambil memegang amplop coklat berisi fotocopyan data diri, ijazah dan sertifikat prestasi, ia berpikir mengapa ia dilahirkan dengan otak cerdas. Bapaknya padahal hanya seorang petani bawang sederhana. Tapi memang hebat dalam judi togel. Lames memang pembangkang. Ia kabur dari rumah untuk mewujudkan cita-citanya sekolah diluar negeri. Tapi setelah itu ia menyesal ketika pulang dan menjadi bahan cemoohan orang banyak. Pendidikan tinggi bukan jaminan mendapat sanjungan di kampungnya yang memiliki hukum adat yang sederhana. Sangat-sangat sederhana. "Berani miskin itu baik!" Begitu kata-kata coretan dinding yang Lames lalui.

Setelah menyeka air mata yang terlanjur membanjiri pipi, ia menepi menuju sebuah warung kopi kecil. Memesan kopi hitam dan 2 batang rokok kretek. Ia coba membuat rileks badannya. Tentu si pemilik warung yang tahu siapa Lames bersikap sinis dan menjadi kasar melayani Lames. Lames hanya sabar dan membalas dengan terima kasih sambil tersenyum manis menutupi kesedihannya. Si pemilik toko tidak peduli dengan keramahan Lames. Setelah mengantarkan kopi dan rokok ia memalingkan wajah dengan sungut yang sengaja dimajukan. Pemandangan yang biasa bagi Lames. Kopi ditiupnya pelan-pelan sebelum diseruput bibirnya yang semasa belajar di negeri seberang sangat lihai berbahasa asing. Tak lupa rokok pertama ia nyalakan sebagai pelengkap relaksasinya. Setelah beberapa saat merayakan kegagalan, Lames membuka amplop cokelat yang sedari datang ke warung kopi ia simpan disampingnya, di kursi kayu memanjang. Ia melihat-lihat isinya, ijazah, surat lamaran dan pas foto 4x6. Diambilnya ijazah berbahasa asing itu dan ia ratapi dalam-dalam. Selagi dipandangi ia menghisap rokoknya sambil tersenyum. "Kamu gak guna, sayang" gumamnya membuat matanya kembali berair lalu meneteskan beberapa tetesan berisi harapan yang fana. Sebelum makin deras air matanya, ia masukan kembali kedalam amplop coklat dan buru-buru menyeka kembali wajahnya yang basah dan merah. Ia teguk habis kopi hitam dan bergegas memasukkan rokok satunya kedalam saku kemeja putih. Rokok yang tengah dihisap ia jatuhkan ke tanah dan diinjak hingga apinya mati. Ia simpan uang 10.000 dibawah gelas bekas kopinya. Langkahnya berlalu meninggalkan warung kopi. Si pemilik warung segera keluar dan mengambil uang yang disimpan Lames sambil menggerutu betapa tidak beretikanya Lames menyimpan uang tidak langsung diberikan ke si pemilik warung. Belum lagi Lames tidak meminta kembaliannya.

Langkah Lames semakin cepat meninggalkan warung kopi tadi. Yang ia pikirkan hanya ingin cepat pulang sampai-sampai tidak memedulikan sol sepatunya yang copot setengah karena sudah tidak kuat melahap kerikil yang keras. Sesampainya di pagar rumah, ia mendapati ibunya sedang menyapu halaman. Lames mencium tangan sang ibu dan melanjutkan langkahnya menuju kamar. Di kamar ia lempar amplop cokelat tak tentu arah hingga mendarat di atas lemari bajunya hingga terjatuh ke sela-sela belakang lemari baju. Ia rebahan di kasur sambil memandangi piala-piala di atas meja yang ia menangkan saat sekolah dulu. Tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya, walau sekedar gumaman. Ia berdiri dan mengambil seluruh pialanya. Lalu dilempar ke sudut kamarnya hingga tercerai berai. Kali ini ia pandangi poster-poster idolanya yang menempel di dinding. Bill Gates dan Jack Ma memang idolanya sejak bangku sekolah. Ia sangat bermimpi untuk menjadi seseorang yang bisa setara dengan mereka. Lames hanya bisa menunjuk pada poster-poster tersebut dengan mencoba menahan air matanya tidak keluar lagi. Mulutnya pun tertutup rapat menahan rintih. Telunjuknya begitu kaku menunjuk muka Bill Gates dan Jack Ma. Lalu ia robek poster dan dibiarkan berserakan dilantai. Ia depresi menerima nasib. Tidak ada yang ingin menerima curahan hatinya. Orang tuanya pun tak acuh setelah kepulangannya yang mengotori nama keluarga. Ia sekarang mencoba tenang, menghirup nafas panjang lalu dikeluarkan untuk beberapa kali. Pikirnya setelah bernafas panjang ia menjadi tenang dan damai. Dan kini ia berhasil mendamaikan diri bersama angan yang telah tenang.
07 Feb 2019 01:19
218
Garut, Kabupaten Garut, Jawa Barat
1 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: