Bibirku terlalu keluĀ
Perlahan tapi pasti hangat kulit telapak tanganmu terasa semakin semu
Hanya terasa diujung jari tengahku
Narasi sepanjang kereta Jakarta Jogja tak mampu nenahanmu tinggal
Bayang-bayang mesin berkaki empat siap melahapmu mentah mentah lalu bayangmu tanggal
Selalu kau katakan - hanya sementara lalu kembali membawa segudang cerita
Namun
Selalu aku takutkan - pertemuan tak lagi menjadi rencana Tuhan untuk kita
Lalu
Berulang seperti itu entah kapan bersatu