Tadi sore, angin lewat sambil membawa serpih aroma yang dulu tinggal di bahumu.
Sekilas—aku lupa dunia sudah berubah.
Sekilas—aku kira kau pulang.
Tapi itu hanya udara,
yang pandai menyamar jadi kamu,
dan aku,
bodoh yang masih percaya sihir bernama kenangan.
Ada detak yang tak semestinya di dada,
seperti lonceng tua yang berdentang tanpa alasan.
Aku biarkan ia berdentum,
karena tak ada yang bisa kulakukan
selain mendengarkan kesunyian yang menyebut namamu dalam bahasa yang tak dimengerti siapa pun.
Sekarang, mungkin kau sedang tertidur
dalam pelukan yang bukan aku,
dengan bahagia yang tak menyisakan celah untuk rindu lamaku.
Aku tak ingin mengganggu.
Aku hanya ingin berkata pada langit,
bahwa ada cinta yang tak pernah berani mengetuk pintu,
karena tahu dirinya adalah hujan
yang datang saat jemuran orang lain masih tergantung.
Dan andai kau merasa sedikit dingin malam ini,
itu bukan cuaca,
itu aku—
yang masih tinggal di sela-sela udara,
mencoba menjadi apa pun
asal bisa dekat… walau tak terlihat.