Aku masih ingat, menjelang ulang tahun ku yang ke 9, aku pulang dari rumah salah seorang teman ku. Aku bercerita ke ibu bahwa aku menonton film Zombie. Mengerikan melihat para zombie itu memakan para manusia yang tersisa dengan begitu beringas. Tetapi, entah kenapa aku menyukainya. Aku menyukai jeritan orang-orang yang ketakutan, juga potongan tubuh yang diperebutkan para Zombie.
Ibu ku mendengar cerita itu dengan seksama, sesekali ia akan tersenyum kecil, atau bahkan cukup lebar hingga akan terlihat seperti menyeringai. Setelah bercerita mengenai Zombie itu, aku teringat bahwa sebentar lagi adalah ulang tahun ku. Aku meminta kepada ibu untuk membuatkan Kue Ulang Tahun dengan banyak selai stroberi hingga memenuhi seluruh kue ketika aku ulang tahun nanti.
Beberapa hari setelahnya, aku mendengar ibu berbicara dengan bapak, menyampaikan keinginan ku untuk dibuat kan Kue Ulang Tahun dan mungkin sedikit perayaan kecil dengan mengundang teman-teman ku.
Namun rupanya bapak menolak rencana ibu. Bapak berkata bahwa itu buang-buang uang saja. Perdebatan terus terjadi hingga aku mendengar suara benda dibanting hingga pecah. Nyaring sekali. Aku ketakutan. Aku tidak berani bahkan untuk sekedar beranjak dari sisi lemari, tempat ku bersembunyi untuk mendengar pembicaraan mereka. Bapak pergi dengan membanting pintu.
Setelah kejadian itu, aku tidak lagi membahas soal Kue Ulang Tahun. Aku takut ibu di marahi lagi oleh bapak.
Namun rupanya ibu tetap berusaha agar aku bisa merayakan ulang tahun, bahkan ibu menjanjikan Kue Ulang Tahun dengan hiasan potongan tubuh. Seperti di film Zombie kesukaan ku. Tentu aku senang bukan main. Aku sangat tidak sabar untuk merayakan ulang tahun ku.
Aku pun bermain ke rumah teman-teman ku, untuk sekadar memamerkan bahwa besok aku akan dibuatkan acara Ulang Tahun.
Sepulang dari rumah teman-teman ku, aku mendapati ibu sedang memarahi bapak. Karena rupanya, bapak sudah berbohong. Bapak berkata akan bekerja lebih keras untuk memperoleh uang agar bisa membelikan ku Kue Ulang Tahun sebagaimana yang sudah bapak janjikan ke ibu, namun rupanya bapak hanya menghabiskan waktu dirumah salah seorang temannya tanpa bekerja beberapa hari ini.
Bapak yang melihat kedatangan ku langsung memaki ku dengan berbagai kata-kata kasar. Bahkan hampir menampar ku bila tidak dihalangi oleh ibu. Aku berlari memasuki rumah, lalu mengunci diri di kamar. Aku menangis sejadi-jadinya. Aku menyesal sudah meminta Kue Ulang Tahun. Aku terus menangis hingga aku terlelap.
Aku terbangun dalam keadaan sedih dan malu bukan main. Aku sedih karena tidak ada perayaan di hari Ulang Tahun ku, sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Dan malu karena aku terlanjur mengabari teman-teman ku bahwa akan ada perayaan namun rupanya gagal. Seharian aku mengunci diri di rumah. Menghindar dari teman-teman ku. Bapak dan ibu pun tidak ada dirumah.
Hingga malam menjelang, ibu dan bapak belum juga pulang. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam tapi belum ada tanda-tanda kepulangan dari mereka. Aku pun beranjak untuk tidur.
Tak berselang lama, sayup-sayup aku mendengar pintu dibuka, lalu ada cahaya lilin kecil mendekati ku sembari nyanyian selamat Ulang Tahun, rupanya itu ibu. Datang dengan kue berwarna merah, itu pasti lumuran selai stroberi. Juga tak ketinggalan ada hiasan tiga jari diatasnya.
"Hiasan tiga jari. Tiga dikali tiga, berarti sembilan. Selamat Ulang Tahun yang ke sembilan untuk anak ibu."
Aku senang bukan main, aku pun memeluk ibu sembari mengucapkan terima kasih sebanyak yang aku bisa.
"Sama-sama, apapun akan ibu lakuin buat anak ibu." jawab ibu sembari memelukku.
Masih dalam keadaan memeluk ibu, aku pun teringat.
"Bu, mana bapak?"
Ibu mengelus pelan kepala ku, masih dalam keadaan memeluk, ibu menjawab:
"Itu, di kue mu."