"Aku telah mendudukkan diriku sebagai pesimis yang arogan, karena aku telah menemukan makna Tuhan dari kekosongan dan perburuan tubuh-tubuh objektif." - Arut Bahan.
Tiga belas tahun sejak aksi protes terhadap kekosongan, aku membuat pemungkiman ter-mansyur dengan barisan huruf hijaiyah dan deretan kata-kata usang. Kata-Mu, di samping gang-gang bau jamban, di tumpukan koran dan kardus bekas, di belakang tempat sampah, dan di balik lubang-lubang kakus, Kau ada, selalu.
Kemudian pada puncak kontemplasiku, aku menemukan-Mu tengadah dengan ribuan kertas berisi sembilan puluh sembilan namamu. Aku mencurinya satu, dan Kau masih punya sembilan puluh delapan nama.
Aku mengembara, berdakwah, menjadi misionaris dengan balutan nama Tuhan yang kucuri satu. Dengan jemawa ku lucuti satu persatu yang melekat dan tersisa satu yang tidak mau lepas, ia kekal.
Kau ada dimana-mana, dan aku berusaha menanggalkan-Mu di ruang gelap. Bahkan di hari ahad, Kau tak juga mau libur. Aku penuh gelisah, dan kau penuh senyum. Lantas dengan penuh syahdu, seraya kau berbisik.
"itu imanmu"
"i-m-a-n-k-u."