Aku yang tak akan pernah mafhum akan isi sebuah pertanyaan
Sampai mana kah kita?
Pun sederet pertanyaan tentang mengapa langit sore berwarna jingga?
atau bagaimana mendung bisa tau kapan ia harus menurunkan hujan?
Kekasih, aku mengutus diriku jatuh pada kefasikan paling mashyur.
Pada lubang haram jadah yang sering ku tanggalkan.
Tak ada yang tau sampai sebuah percakapan perihal pulang dan pergi membawa seorang bayi luka yang lahir dari rahim mu.
Ia merengek, menangis tantrum.
Dengan penuh rikuh ku tanamkan belati berkali-kali hingga ia mati suri.
Kemudian kau memporak-porandakan pemungkiman kata-kata ku.
Ia jatuh berceceran dan kau mengais, menangis.
Aku tak cukup berani menuntunmu pada jenazah bayi luka yang tak sempat kau beri nama.
Kekasih, ditanyakan sampai mana kah kita? dan aku tak pernah mafhum.
Dan kau, tetap mengkultus kepulanganku.