Percik gelisah pada sebuah semburat di jingga merah.
Berdiri ia pada jejak sebuah prasasti mengenai opera sang alam semesta.
Lalu membenamkan imaji pada nuansa langit bersahaja.
Seperti senja kali ini …
Ia tak sengaja membaluri tubuh masih dengan setapak arah masa lalu.
Melangitkan elegi, beraroma misteri pada kitab seorang hamba.
Melayang ia bersama burung yang kian bersorak.
Seolah menikmati pulang ke tempat rindang bagai singgasana sang Tuan.
Adakah ia kian remuk oleh asa yang memintal ?
Adakah ia memaksa tubuhnya berkawan langit binal ?
Adakah ia masih menyeru ego di sepia usia yang nakal ?
Rupanya ia terlupa,
Pedih telah menggerogoti jiwanya sedari tadi
Mengotori mimpi tanpa peduli akan sebuah teriakan rasa yang tersemai.
Pecah, berpendar menanti sebuah perjumpaan yang dinanti.
Pun pada akhirnya ia harus kembali jua ,
sebab senja telah hilang ditelan malam,
seakan tak peduli akan kisah yang semakin ramai
oleh renjana yang harusnya kian padam.