Disuatu sore yang teduh
Seorang perempuan merebah tubuh
Ingin membisikkan pada langit yang semakin syahdu
Mengenai lekukan mimpi pada altar yang membatu
Berceloteh ia sungguh parau pada semesta
Menyapa ngilu bagai kutukan yang sama
Mencoba memancarkan cahaya seribu warna
Pada sesat jalan gemerincing fana
Dan pengharapan pada gandrung yang kian rekah
Mengolok cerita pada karisma pucuk rasa
Menyusun kesuma sakral pada puncak suara basi akan nada
Bergegas mengelok, meletup imaji putra surya
Lalu haruskah ia berpekik mencium aroma mesiu ?
Yang menyimpan meta si Fulan di tanah haru biru
Haruskah ia memejam beku dipelukan sang ibu ?
Menjatuhkan tangis pada telapak tangan yang kaku.
Maka biarkan ia layu ,
Sebab hanya kelu yang kini menyeruak layu