Secangkir kopi menetap gigil di atas meja
Bertemankan syair , merenda kalimat oleh seorang pujangga wanita.
Meski nyeri yang ia rasa
Namun baginya imaji harus tetap tersusun rapi di atas bagian karyanya.
Ia terkantuk sesekali,
Matanya sayu,
Kaki dan tangannnya kaku,
Entah sudah keberapa kalinya ia menghela nafas panjang,
Menatap kisruh buku-buku yang bertebaran di dalam sebuah ruang.
Oh dialah si gadis peneguk kopi tanpa Tuan
Melepas penat dengan pena di tangan
Ya, dialah pencuri tinta yang kesekian.
Dengan mata sayu ingin mengirim bisikan.
03.06 Wita