Dari tepian landai yang relatif tenteram, badai itu datang dengan meriah. Seumur hidup sudah di sana. Membangun singgasana, menciptakan kuasanya.
Aku, kesatria dari negeri matahari terbit. Mencoba menebas malam. Gelap paling hitam, dan hujan paling riuh.
Berbaring seorang putri. Menjelma pohon-pohon berganti bentuk, berganti warna. Kadang indranila, kadang lembayung.
Bagaimana angin bersiul, serupalah rautmu.
Dalam hatiku, ciuman pun bukan penawar rasa cemburu.
Badai itu tetap di sana, menggantung memayung. Sang putri tidur nyenyak, bunganya mekar, meski daunnya menguning di tanganku.