oranment
play icon
Berpeluk Tuhan
Cerpen
Kutipan Cerpen Berpeluk Tuhan
Karya silviaamz
Baca selengkapnya di Penakota.id

Palestina, Tanah Air Kata-Kata

​#part1


Perjalanan kisah ini mungkin tak akan selamanya, lagipula, siapa juga yang berharap ini akan berlanjut dalam sekian part yang sama-sama saling merencanakan sebuah perpisahan yang indah. 

​Benih itu kini sudah setinggi lutut makhluk yang bisa dikatakan setengah hidup, kenapa begitu? Ia masih berusaha menentukan setengahnya akan kebermanfaatannya jika diaktifkan kembali, atau justru membuka keinginan untuk mengnonaktifkan seluruhnya.

​“Hei, kenapa panic attact begini? Udah..udah, jangan dilanjutin! Tenangin diri dulu, atur napasnya...” Diri ini bahkan tak sepenuhnya yakin akan bercerita tentang trauma lama yang kemarin menghadang jalannya lagi.

​“Yuk pergi, motoran biar kamu lepasin semua bebannya...” Bahkan, calon arsitek dadakan ini belum merampungkan sketch yang berusaha sekuat hati ia gambar demi menunjukkan betapa biadapnya rasa tamak seorang manusia jalang yang tak berperikemanusiaan. 

​Tangan dan napas, ku coba atur agar seirama, sebelum benar direnggut, aku akan lebih dulu menelusur. Seberapa jauh jalanku, seberapa banyak bekalku, seberapa cukup keyakinanku melawan si jalang yang tak ber-Tuhan. 

​Tunggu dulu, kali ini, benar-benar ada yang peduli. Entah rahasia Tuhan, atau memang dia kasihan. Tapi, aku butuh team dalam misi kali ini, sekali lagi.

​Sungguh ini bisa dibilang gila, kami berpindah seperti puzzle yang tak bertuan. Menunggu pemain berikutnya mencoba menyelesaikan keping yang tercecer. Orang-orang yang tak tahu, melihat kami seperti dua mayat hidup yang begitu memahat peran kembalinya dari timbunan kebaikan yang tersembunyi di dalam diri. Satu asik menulis, yang satu sibuk menerka. Logikanya, kami berseberang, atas semuanya. 

​Mencari-cari madu agar sang lebah tak mengisap racun untuk dirinya dan kawan-kawannya. Menelisik mencoba berbisik agar bumi mendengar gundah gelisahnya. Terjaga sepanjang malam agar kelam di mimpinya hanyalah fatamorgana. Semua terlihat stabil di penglihatan yang selamanya melihat warna pelangi jauh lebih indah daripada warna langit yang jauh membentang luas, singkatnya mungkin offside akan gemerlap dunia yang sebenarnya adalah hukuman bagi kita semua. 

​Namun, resiko ditanggung masing-masing. Resiko bersama, kini bertulah hanya pada satu yang berani menantang hidup. Siapa duga, segala yang ia jaga kini dicederai oleh sepasang tangan, sepasang mata, sepasang kaki lusuh yang sejak awal tak punya adap tercecer sibuk menilik dan mencungkil celah yang siap diterobos sekalipun Tuhan yang kini menghadangnya. Cukup berani, untuk berkali-kali mencari mawar hitam diladang jamur kuping. 

​“Aku mungkin pembelajar seumur hidup, akan trauma yang didatangkan dari orang yang tak mengerti caranya hidup.”

​Kini pun, aku tak mengerti sejatinya pikiran manusia bisa menyamarkan yang putih menjadi hitam. Menggelapkan cahaya yang mencoba ia pancarkan, redup dan perlahan mati.

​“Are you sure? Sudah dipastikan lagi? Ketakutanmu itu datang dari dirimu sendiri? Atau yang lain?”

​Ah, benar saja. Sejak awal ingin bercerita dan meneruskan cerita ini. Aku hanya khawatir pada manusia yang hanya bersimpati sementara waktu. Menyalahkan korban akan imajinasi yang tak tertembus batas. Menyalahkan aku, sepenuhnya.

​Menggigil aku terkena cipratan kalimat iba di sekelilingku yang bertengger di penjuru kota kecil, yang dihuni populasi penggilas impian anak untuk bisa menjaga dirinya sendiri, dimanapun adanya. 

​Amarah ini tertuju, pada pahatan ingatan yang terpatri dibawa sepanjang hidup. Pada kesunyianlah, segala diksi ini coba ia rampungkan, agar tak satupun mempertanyakan kondisi mentalnya yang sekarat akan dilema hidup bermasyarakat.

​Cari dimana kata maaf harusnya diagungkan oleh sang pemberani. Susuri, kau akan menemukan dirimu yang bersimpuh malu akan kejahatan yang bertengger kokoh meloloskanmu ke jurang kenanaran. Binasalah segala kalimat pengakuan yang ditolak semesta. 

​“Berbohonglah, berbelitlah, salahkanlah.” Itu adalah kalimat yang kau ucap hanya untuk dirimu sendiri, pengecut. 

​Selamat datang dalam babak baru pengakuan dosa, bahwa kesaksian semesta tak akan ingkar janji menepati disetiap kesulitan pasti akan ada kemudahan. Kebenaran tak akan malu mengakui kemenangannya, kali ini, lagi dan lagi.


calendar
14 Nov 2023 13:29
view
74
idle liked
2 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
close
instagram
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
close
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh:
example ig