Sejenak, setelah gadis kecil itu terbangun tiba-tiba saja ia merasa sangat kebingungan. Tanpa memperhatikan rambut bergelombangnya yang terurai sangat tidak rapi, gadis kecil itu malah langsung duduk di sekeliling orang yang sedang berbincang-bincang, di keramaian yang ternyata sedang menyimpan duka sangat mendalam untuknya, selamanya.
"Hai sayang, selamat pagi Khalisa cantik, sudah bangun, Nak?.", sapa Buk Rasti dengan senyum yang tak seperti biasanya kepada putri kesayangannya.
"Iya Bu, baru saja. Ini ramai-ramai ada acara ya, Bu?, Khalisa suka pagi ini, ada banyak orang. Yeayyy!" ,sahut Khalisa yang masih sangat polos dan belum terlalu mengerti apa-apa.
"Ibu sayang Khalisa, Nak" ,kata Ibu Rasti sambil menahan air mata yang memaksa jatuh untuk membasahi pipinya lagi.
Feeylisa Khalisa Dira, gadis kecil yang kini sedang malang nasibnya itu sekarang sudah terlihat sangat cantik dengan baju berwarna biru muda yang cerah seperti warna langit kala pagi. Oiya, rambutnya yang tadi berantakan juga sudah terikat. Khalisa menghampiri Ibunya yang sedang duduk menatap, entah sedang menatap apa, tapi tatapan itu benar-benar seperti tatapan yang sangat kosong.
"Ibu sedang bersedih ya?",tanya Khalisa tiba-tiba sambil menatap Ibunya.
Mungkin Khalisa juga merasakan apa yang Ibunya sedang rasakan saat ini. Karena bagaimanapun seorang anak yang baru terlahir ke dunia pun pasti akan mampu merasakan apa yang orang-orang disekitarnya rasakan. Terutama, perasaan seorang Ibu yang melahirkannya.
"Khalisa sayang Ayah, kan?, Khalisa juga pasti ingin terus bersama dengan Ayah ya, Nak?",tanya Bu Rasti dengan suara yang terbata-bata, dengan perasaan yang sangat hancur karena kehilangan seseorang yang telah berhasil mengisi dan menghiasi ruang di hatinya.
"Iya, Khalisa sangat sayang Ayah, Khalisa mau sama Ayah terus. Ayah juga pernah bilang akan selalu ada untuk Khalisa, mengajak Khalisa bermain, jalan-jalan, membelikan es krim kesukaan Khalisa." ,sahut Khalisa dengan sangat detail menjelaskan betapa ia inginkan sosok Ayah yang berjanji akan selalu ada untuknya.
"Iya, Ayah kemana, Bu?, kenapa tidak kelihatan ya?" ,sebuah pertanyaan yang sulit dijawab tiba-tiba keluar dari mulut Khalisa.
"Ayah ada dikamar sayang, tapi Ayah sudah tidak bisa Khalisa ajak bermain lagi, Nak.",Jawab Bu Rasti dengan berusaha untuk tetap tenang, tetapi tetap saja air mata itu terus jatuh dan mengalir sangat deras.
"Kenapa begitu, Bu?" ,sahut Khalisa sambil ikut menangis juga.
"Iya sayang, karena Ayah sudah meninggal."
Akhirnya kenyataan pahit itu kini terdengar oleh Khalisa. Gadis berusia 6 tahun itu menangis sejadi-jadinya, dunianya seakan hancur berkeping-keping. Khalisa yang masih butuh pelukan hangat dan penjagaan seorang Ayah kini malah kehilangan sosok itu untuk selamanya.
Pagi yang menyakitkan itu telah berganti siang. Khalisa mungkin berharap siang kali ini akan mampu menggantikan air mata yang jatuh sangat banyak tadi. Tetapi sama saja, masih banyak kejadian menyakitkan untuk Khalisa. Yang ia harap sosok Ayah akan mengajaknya bermain, sudah benar-benar tidak ada di hidupnya. Khalisa tidak tau kapan Ayahnya diantar ke tempat peristirahatan terakhirnya, karna Khalisa tertidur sejak ia menangis tadi. Mata Khalisa yang sebelumnya sudah sedikit sipit kini bertambah menjadi sangat sipit karena terus menerus menangis.
"Ayah kenapa tinggalin Khalisa, Bu. Kenapa Ayah ingkar janji." ,ucap Khalisa yang sedang makan bersama Ibunya dan masih menangis pelan.
"Khalisa tidak boleh bicara seperti itu, jangan sedih lagi ya, Nak. Ayah sudah bahagia disana." ,sahut Bu Rasti yang ikut menangis lagi karena melihat putrinya.
Khalisa dan Ibunya mungkin masih sangat hancur sekarang. Makanan yang di makan saja masih tersisa sangat banyak dipiringnya. Keduanya saling berpelukan sambil mengeluarkan lagi tangisan yang sedikit pelan tapi begitu menyayat rasanya. Banyaknya pertanyaan mungkin sedang memenuhi pikiran Khalisa sekarang, tetapi percuma saja walaupun pertanyaan-pertanyaan itu mampu terjawab, tetap saja Khalisa tidak akan pernah lagi bisa bertemu dengan Ayahnya. Khalisa hanya berharap akan bertemu Ayahnya di mimpi saat tidurnya.
"Ayah bilang akan selalu menjaga Khalisa kan, Ayah juga janji akan membelikan es krim coklat kacang kesukaan Khalisa, tapi kalo sekarang Ayah sudah tidak disini, siapa yang akan memberikan semua itu untuk Khalisa?. Kenapa Ayah tidak disini saja, menemani Khalisa dan Ibu. Apa Ayah tidak suka disini, Ayah tidak bahagia ya disini?" ,ucap Khalisa dikeheningan malam sambil memandangi dan memeluk foto Ayahnya.
Biasanya Khalisa memang selalu tidur memeluk atau dipeluk oleh Ayahnya, tapi sekarang Khalisa sudah tidak bisa lagi merasakan pelukan hangat Ayahnya itu untuk selamanya. Hanya akan tersisa satu pelukan hangat lagi yang Khalisa punya, yaitu pelukan dari Ibunya. Sangat pilu, disaat banyak anak yang masih mempunyai orangtua yang lengkap, tapi Khalisa malah kehilangan salah satu dari keduanya. Khalisa kehilangan sosok Ayah yang seharusnya selalu ada untuk menjaganya, mendampinginya bertumbuh hingga dewasa nanti. Bukannya Khalisa tak mau menerima takdir ini, hanya saja ini terlalu menguras air mata gadis kecil nan mungil itu.