Ada nama yang mulai disebutkan satu-persatu. Wajah-wajah baru berserakan di atas meja, menunggu untuk dipilih. Aku tertegun sampai dua malam. Kegelapan panjang mulai melepas rengkuhannya pada pundakku. Ia izinkan aku menggandeng satu tangan pada wajah-wajah itu untuk melihat purnama merah esok hari. Tidak ada yang tahu mengapa aku tidak sebahagia itu. Tidak ada yang paham mengapa aku masih melamun di balik pintu ini. Bersandar pada dinding-dinding rapuh sambil terus menunduk menatap telapak kakiku yang penuh bekas luka.
Nama-nama baru tidak lagi jadi harapan untukku pulih. Bagiku mereka hanyalah wajah-wajah berserakan yang menunggu untuk dipilih.