Seperti lagu amigdala siang ini, liriknya mendayu dan linglung. Jelas sekali jika jatuh cinta kali ini rasanya begitu remaja. Lagu-lagu galau kembali menggaung di telinga, kutipan sosial media, puisi-puisi penuh air mata. Juga namamu yang tak putus ku rapal dalam pikiran.

Tidak berhenti perih dan bingungnya meskipun asam lambung sudah naik, jam tidur mulai berantakan, dan penyakit susah fokus kembali datang. Apakah pelukan pagi itu membuatmu terjaga lebih lama sepertiku? Ataukah Senin-mu kali ini baik-baik saja karna semalam kamu juga memeluknya erat dan menuntaskan rindu sambil terus bersembunyi dariku?

Sejujurnya, apa yang paling kamu takutkan untuk menghilang saat ini? Kehadiranku, atau semua waktu yang telah kamu susun untuk dihabiskan sampai tua dengannya?

Masih banyak yang ingin kulalui untuk kujadikan satu cerita penuh berisi namamu dan namaku. Tapi kisah kita tidak pernah ditakdirkan ada sejak awal. Aku tidak akan pernah meminta waktumu, meminta tubuhmu, meminta suaramu. Aku tidak akan pernah kuasa memintamu membaginya, karna semua yang ada padamu, memang tidak akan pernah menjadi milikku.

Sampai saat ini, apakah menurutmu benar semua asumsimu tentang rasa penasaranku tahun lalu? Atau adakah sedikit penyesalan mengapa kamu tidak menggenggam tanganku lebih awal?

Tentu tidak.

Sejak awal seluruh ceritamu ini seharusnya memang miliknya.