

Kadang-kadang jantungku berdegup kencang sekali, seolah baru lari marathon satu menit non stop. Cukup menyesakkan sampai membuatku terengah-engah. Lalu aku hanya terdiam mengatur napas karna pada akhirnya tidak ada yang percaya aku bisa merasakannya juga. Sebab sebagai pengamat, tugasku adalah menjadi baik-baik saja.
Seperti malam ini di depan tumpukan piring kotor, busa memenuhi kedua tanganku. Kira-kira mungkin sudah 20 kali ku bolak-balik piring ini meratakan sabun, tapi pikiranku melayang jauh. Seandainya saja aku bisa menjadi busa busa yg mengalir ke pembuangan lalu menghilang mengikuti arus sampai lautan, atau sampai manapun—asal tidak disini—akankah aku baik baik saja?
Akankah sesak tiba-tiba itu akan lenyap?
Akankah aku bisa lebur dan menghilang selamanya?
Kadang ingin kulempar kesana kemari segala pecah belah di depan mata ini. Dan tertawa-tawa, lalu berlari, menari, bernyayi sekencang kencangnya. Toh kan itu lucu juga?
Lalu mungkin nanti, suatu hari nanti. Aku akan lebih jujur dengan perasaanku hingga aku tidak perlu menahan degup tidak beraturan ini. Sehingga aku benar-benar bisa ikut marathon puluhan kilometer. Sampai saat itu tiba. Aku pasti akan baik baik saja.

