Judul Buku: Orang-orang Oetimu
Penulis: Felix Kandidus Nesi
Penerbit: Marjin Kiri
Cetakan: Pertama, Juli 2019
ISBN: 978–979–1260–89–3
Orang-orang Oetimu, sebuah novel karya Felix Kandidus Nesi terbit bulan Juli lalu. Diterbitkan oleh Marjin Kiri, novel setebal 220 halaman tersebut merupakan pemenang sayembara novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tahun 2018. Sebelum Orang-orang Oetimu, Felix yang meraih gelar sarjana Psikologinya di Universitas Merdeka Malang juga pernah menerbitkan sebuah kumpulan cerita pendek bertajuk “Usaha Membunuh Sepi” yang diterbitkan Pelangi Sastra. Sebuah penerbit indie asal Malang.
Novel yang bercerita kehidupan masyarakat Timor Timur di era orde baru hingga tahun-tahun menuju keruntuhan rezim otoriter ini menjadi pelepas dahaga di tengah minimnya buku berlatar Timor Timur. Takheran, naskah “Orang-orang Oetimu” yang pada beberapa tahun sebelumnya berjudul “Duhai Hujan” dan sempat mengalami sejumlah perombakan tersebut berhasil menjadi pemenang pertama setelah menyisihkan 271 naskah lain yang diterima DKJ.
Pemilihan nama tokoh, peran, serta karakter setiap tokohnya digarap dengan baik. Sebut saja Sersan Ipi yang kisahnya dalam novel tersebut seolah takada habisnya. Laura, seorang portugis yang nasibnya takmujur setelah bapak dan ibunya diberondong peluru tentara, menjadi sekelumit kisah yang bisa membikin pembaca bergidik jijik, iba, dan taktega membaca segenap kutukan hidupnya di tanah Timor. Atau barangkali sosok Lianus, yang jika saja hidup di era saat ini akan dijuluki fuck boy sekaligus mata-mata ulung prajurit Indonesia.
Bukan tanpa sebab, berkat ketidaksengajaannya menjadi cepu tentara, ia berhasil menggagalkan unjuk rasa serta diskusi yang semula dilakukan teman sesama mahasiswanya berkat informasi yang ia bocorkan kepada tentara. Kisah Lianus setidaknya berhasil membuat cerita menjadi segar. Dari hal itulah, novel ini berhasil menyajikan sebuah bacaan yang kaya akan kritik sosial, humor, hingga budaya dan karakter orang-orang Timor secara bersamaan.
Oh ya, yang Saya rasa paling getir dalam cerita tersebut ialah Laura. Ia, yang belum juga genap tujuh belas tahun kala menginjakkan kaknya di tanah Timor kala itu, sudah dihadapkan pada kenyataan bahwa dirinya harus menjadi korba kebrutalan tentara Indonesia. Kedua orang tuanya, Lena dan Julio harus mati di depan hidungnya dengan sejumlah rentetan timah panas yang meluncur dari ujung senjata prajurit. Taksampai situ, siksaan demi siksaan terus ia dapatkan dari prajurit Indonesia. Pukulan, cambukan, hingga pemerkosaan berulang harus ia terima seraya perutnya mulai membesar akibat air mani prajurit yang entah ke berapa telah berhasil membuahinya sel ovumnya.
Hingga pada suatu malam setelah dipisahkan berbulan-bulan dengan tahanan lain, ia dibawa sejumlah prajurit ke sebuah antah berantah di barat Timor. Meski prajurit itu mendapati tugas untuk menghabisi tubuh Laura yang lemah tak berdaya, ia jengah dengan banyaknya pembunuhan. Ia merelakannya, melepasanya untuk berjalan jauh, melewati sabana luas, sungai yang tiada berujung, orang-orang desa yang tak lagi memedulikan tubuh lusuh penuh nanah, beraroma mayat dan dipenuhi luka sayat. Sampai akhirnya setelah berhari-hari ia berjalan jauh, ia ditemukan oleh Am Siki, seorang tokoh yang disegani oleh warga setempat. Bukan tanpa sebab ia disegani, jasanya menghabisi banyak prajurit Jepang di masa lalu menjadi sebabnya.
Felix tidak sekali jadi menulis Orang-orang Oetimu. Sejak 2016, setidaknya ia telah melakukan perombakan cerita, judul, hingga menjelang perhelatan sayembarapun perbaikan itu taksegan ia lakukan agar cerita di setiap lembar halamannya tak membikin idenya menjadi bias dan sulit dimengerti oleh pembacanya kelak. Ia juga tak menampik, tulisannya dipengaruhi oleh novel “Perburuan” karya Pramoedya Ananta Toer dan “Prajurit Schweik” karya Jaroslav Hasek.
Semua olok-olok Felix terhadap gereja dan tentara selama orde baru dalam Orang-orang Oetimu selain sebagai bentuk kritik sosial dan kejengahannya terhadap apa yang pernah kampung halamannya alami, juga menjadi berkah terhadap novel-novel etnografis yang membikin kaya khazanah pengetahuan bagi khalayak. Terkhusus novel berlatar Timor Timur.