Bayangkan saja,
Kamu hanya punya bintang
untuk dipandang
Itupun di langit
Bukan dalam genggamanmu
Bukan bintang yang kau simpan
dalam saku mu,
Lalu kau persembahkan
untuk ibu mu di rumah
Bukan...
Bayangkan saja,
Rumahmu dihancurkan
Kebunmu dirampas
Keluargamu dilenyapkan
Harapanmu dikoyak-koyak
Kau dibuat hidup layaknya sampah
Sampah yang tak patut dipungut siapapun
Bayangkan saja,
Siang mu riuh
Seriuh isi kepalamu
Semua jeritan dan tangisan itu,
Tidak ada air
Tidak ada hidangan
Hanya baju yang melekat di badan
Dan sisa udara bercampur bubuk mesiu
Bom bisa meledak kapan saja,
Kamu bisa ditembak tanpa alasan apapun
Bayangkan saja,
Tidak ada lagi hari libur
Tidak ada lagi hari nasional
Tidak ada lagi hari untuk
Membolos sekolah
Pergi bekerja pun tidak
Kamu hanya punya waktu
Waktu yang terus berdetak
Dan menggilas apapun yang dilewatinya
Bayangkan saja,
Kartu ATM mu tidak lagi laku
Uang yang selama ini kamu kumpulkan percuma
Tokomu juga ditutup permanen
Tidak ada lagi kulkas yang berisi makanan lezat
Tidak ada lagi kasur empuk yang dirindukan
Tidak ada lagi kurir yang mengantar paketmu
Bayangkan saja,
Rencana sudah disusun rapi
Diwacanakan berminggu-minggu
Musnah bersama debu
Lebur bersama api
Ketika rudal terkutuk itu
Mampir mencium kotamu
Lalu para tentara menyerbu kota Memperkosa kotamu secara membabi-buta
Iya, kota tempat kamu lahir
Kota tempat kamu pertama kali berpijak
Kota dimana kamu
Pertama kali bertemu kekasihmu
Kota dimana kamu
Kembali pulang
Menyaksikan sang surya terbenam
Di pinggir pantai
Atau menyusun ulang semua
kenangan serta harapan
Dan malam mu kini,
Berlinang air mata
Bintang yang gemerlap jadi pengingat
Bagaimana ia ikut menyaksikan
Sengsara mu
Nestapa di tanah yang dijanjikan
Tak lelah tanganmu menengadah
Memohon dan meminta
Kepada Tuhan yang Maha Melihat
Melihat kekejaman musuh
Jua kekejaman saudaramu sendiri