MIMPI
Cerpen
Kutipan Cerpen MIMPI
Karya sagitadeskia
Baca selengkapnya di Penakota.id

Mimpi.


Sepekan terakhir, waktu tak membiarkan tubuh pergi memanjakan dengan rehat dipangkuan. Tubuh dirusak oleh nyanyian liar pinggir jalan yang cepat menyatu dalam darah, hingga menjadikan boomerang pada ingatan. Mentari yang tak pernah lupa menyambut pagi dengan kehangatanpun, mudah untuk dihiraukan tubuh secara perlahan.

Aku ingin pergi pagi sekali dan pulang malam sekali. Aku tak ingin menyapa mentari, aku tak ingin menyapa burung-burung yang mengudara dilangit, bahkan aku tak ingin menyapa lagi ayam-ayam yang membangunkan tubuh lebih cepat. Aku ingin segera bergegas, pergi tanpa tujuan, kemanapun. Melupakan ingatan menghantui dan berharap yang menyakitkan tiba. Biar rasa tubuh luka setiap hari dan sakit lagi.

Malam memulangkan keheningan pada dinginnya. Mengantarkan barisan kaki ke peraduannya masing-masing. Terkadang pada kursi goyang dilorong tua, atau bangku-bangku kosong, atau jemari yang menyepi, atau pundak yang menepi, atau bahkan pada barisan roda yang berputar dikeramaian. Malam, memulangkan keheningan padaku dengan langkah kaki yang lamban. Ia menaruh beban pada kedua kakiku, hingga berjalan sangat lamban. Bukan untuk menikmati heningnya atau mengantarkan bolamataku pada permainan ditepi jalan. Hening ditengah malam menaruh beban kepulangan diingatan. Padahal, ia tahu bahwa aku sedang sendirian. Tidak ada sepasang sepatu hitam disamping, tidak ada bahu yang meringankan tubuh berjalan, tidak ada kepala dengan si topi merah, bahkan tidak dengan sua-sua yang hadir menipis. Malam seakan mengasihaniku dan aku benci itu. Ia memanggil semua ingatan menyakitkan dan menyadarkan tentang kehadiran yang masih seorang diri. Selintas, tubuh-tubuh lain hadir beradu dengan dingin dan hening dikenyataan. 

Mereka hebat sekali, menghajar tubuh saat tak mampu. Mereka hadir satu persatu tapi berbeda waktu dan terus-menerus datang. Seakan ikut menertawakan tubuh yang melemah. Datang bergantian, saat tak diinginkan. Membangunkan secara paksa, lalu menghujani semua mimpi dengan airmata yang sudah aku simpan agar cepat mengering dan hilang. Tapi? Pandainya, mereka datang tanpa permisi dan bebas mencacah habis satu persatu mimpi, hingga melebamkan mata dan tubuh. Sudah jiwa, lalu raga, ingin apalagi?

Mengetahui semua tentang diri, lalu pergi tanpa permisi, hilang dan menyudahi tanpa aksi. Apa maksudnya? Sudah bebas dipersilahkan masuk, kok tidak tahu diri? Sekarang, saat tubuhku sedang meronta kesakitan karena berjalan sendiri, bebas pula masuk menertawakan dan menghujani mimpi dengan perih. Sungguh, aku tidak menyukai caramu datang. Mencaci, melepaskan emosi, kenapa tidak bunuh saja aku sekarang? Kenapa harus perlahan?



04 Aug 2019 12:54
72
Malang, Kota Malang, Jawa Timur, Indonesia
1 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: