Kekasih, makan siangku kali ini menggemaskan sekali, lho!
Bagaimana tidak? Baru saja ia diserahkan kepadaku oleh pramusaji di sini, bibir mangkoknya langsung tersenyum menggoda. Ia membahas perihal aku yangbelum ada tiga hari sudah kembali ke sini. Masih sendirian lagi. Kurang ajar, batinku.
Lalu ia bercerita, katanya, setiap hari mangkuk ini bertirakat atas nama kita. Menyemogakan bersatunya rasa. Bertasbih menerbangkan doa-doa. Dan merapal mantra agar Kamajaya segera melepaskan cupidnya padamu, menemani Kamaratih yang sudah lebih dulu merasuki jiwaku.
Selama lima belas menit ia menyebutkan tirakat, semoga, doa-doa dan mantra miliknya yang konon disuguhkannya kepada Tuhan dengan kesungguhan.
Semangkuk Mie Ayam Bakso itu adalah makanan favoritku. Intinya, ia ingin agar kau segera ikut merasakan makanan ini dengan kenikmatan pada setiap gigitan dan kelezatan kuah pada setiap seruputan.
Makan siangku ini, semangkuk mie ayam bakso cipaganti ini, jail mempersembahkan harap yang sama sekali tak bercanda.
Ini juga aamiin paling seriusku, nawaitu yang sungguh-sungguh.