Sore itu, matahari pulang ke peraduan Di persimpangan ia berpapasan dengan hujan Matahari tak bersembunyi belakang awan Kali ini dibiarkannya cahaya menyala pada tiap gugur rintik...
Aku heran mengapa restoran ini masih banyak pengunjung, pelayan mereka berwajah masam dan rasa masakan pun biasa saja. Ketika pesananku diantar oleh pelayan berwajah datar rasa makanan pun ja...
Mewarnai langit yang hitam pekat, api bekerja hanya sekelebat berlalu dari matamu, berjatuhan menjadi abu dan langit pun membiru, seperti aku. Kehilangan bayangan Kepada matahari...
Restoran ini sepi, tak ada bunyi denting sendok mengadu pada piring Tak ada riuh pengunjung bising, meja-meja kering. Lalu disuguhi yang semula kita resapi, sepi.
Waktu, latar berwarna kecemasan. Terang gelap yang saling silang. Suara-suara tembakan dari film tema kejahatan. Jenuh, kamuflase warna di dinding waktu. Penuh coretan yang kerap menyaru. Meray...
Mereka menulis puisi Mengaku paling mengerti perihal kesenduan menggurat kesedihan di atas kertas buram Rekaan tangis pada baris-baris tanpa arahan Kata yang tak saling berkenalan, kehilangan tuju...
Pikiranku adalah gang sempit menuju rumahmu Lalui kumuh pemandangan Riuh anak-anak kecil berlarian Pikiranmu adalah setapak buntu penuh ilalang Menanjak dan menurun tak berarah kepastian Menuju l...
Menjadi pemarah setiap hari Bergegas menua atau jadi benda mati saja Meja, brangkas , apa saja yang tak bisa diajak bicara. Dan pendingin ruangan membekukan kita. Kebosanan, berhala yang kusemba...
Asapiku dengan persepsimu “Rokok adalah Ibu, yang lahirkan ide-ide baru.” Katamu. Yang aku tahu dompetmu tak berhenti mencandu. Zat-zat berbahaya berbahasa kedokteran Lebih kau hafal ketimbang t...
Tak sempat teralir, kata maaf pada pamitku yang serupa nyala petir. Kukemasi diri dan meninggalkan beberapa khawatir. Lembab di mata tertahan, sebelum diriku hilang sesudah pertigaan. Aku harus b...