Senyap, terpental pada sesak yang melekat. Hembusan harap, ku sebut ia bajingan. Berjinjit menikam atma pada seonggok jeruji pilu, Mungkin tetesan darah abadi pada relung ji...
Ku kenalkan semesta ku pada para pujangga Sebut saja ia tuan astanoka Segidelapan yang melukiskan adaptasi narapati pada jantungku Ukira...
Sajak ku mulai retak, bertawan-tawan rasa cekang akal ku merombak aksara biru
Pertemuan pada perempatan rumpang Menohok ku pada lingkaran setan Di bekap, di sekap, di iringi dentingan asmaraloka Hahaha bajingan kau tuan
sulit sekali atma ini, tertikam-tikam oleh rentetan omong kosong yang mengambang pada linimasa penuh tanya. asa ini yang patut kena karma.
goresan tinta ini jiwa acak dalam nelangsa, sebagai pengharapan pada hamparan langit hitam yang cerah nya di idam-idamkan.
kepada tuan yang mengusik renung ku, kau tahu? dahulu saat pertama kali kau datang, ku harap kau akan kembali ke tempat garis edar meteo...
Termangu ku di tepian nestapa. Tuan pikirkan saja, pantaskah jejak apatis ini menyeretku jauh kesana?. Tuan... Jenuh sekali rasanya terpelontar di cabang pikiran....
sudahlah, sesak ku akan dekadensi. Sederet anomali yang di anggap tak berdefleksi.
Entah titik atapun garis, gerimis kan tetap antagonis. Jatuh tanpa konferensi, henti,hilangkan kompromi.