Ia berbaring di ranjangnya yang selalu dijaga harum, agar hidung-hidung yang rajin mampir di atasnya bisa terjaga belangnya. ...
1 Bandung sendu dan perangai langitnya abu-abu. Serupa gadis remaja, ia gemar memamerkan rintiknya. 2 ...
“Masing-masing kita adalah kumparan diri sendiri, orang lain, dan bayangan yang setia. Tidak ada kemurnian.”
Aku akan meledak di antara yang tak tampak. Terlempar dan terbakar lepas. Menjadi warna yang memecah segala-gala payah dari bat...
Kita mesti cerai dari puisi ini, sebelum kian deras derai air dan kau habis sia-sia. Lekas penggal kata hubung ini, b...
Telah berkali-kali kubakar wajahmu bersama berbatang-batang padatan tembakau. Di persimpangan jalan atau di taman-taman. ...
Padam asa, berkobar nestapa. Mengepul asap. Menari-nari di antara Cahaya bulan yang tembus dari balik tingkap. Erat muram menjerat kerah. Robek nadi, luka mendarah-darah. Pun ini wa...
1 Kupetik memori di kepalaku, Perihal petang itu, di mana kau Dan aku menumpah-ruah kata-kata. Di beranda rumah, Sepasang lidah yang betul merah Bercengkerama. Saling tukar makna....
Adalah benar, di sana tempat terperosok Untuk kemudian mati diabaikan.
Kepada siapakah mesti terpikat? Mata kata? Atau mata wanita? Aih. keduanya sedap dipandang! Lama-lama. Lamat-lamat.